Perspektif Agama dan Identitas https://ojs.co.id/1/index.php/pai id-ID Perspektif Agama dan Identitas PERAN ISLAM DALAM MEMBANGUN LITERASI https://ojs.co.id/1/index.php/pai/article/view/3204 <p>Literasi adalah dasar pendidikan dan kemajuan peradaban. Literasi dalam perspektif Islam berarti lebih dari sekedar kemampuan membaca dan menulis secara teknis; itu juga mencakup pemahaman, pengolahan data, dan pengembangan ilmu pengetahuan, yang semuanya terkait dengan nilai-nilai iman. Sejak wahyu pertama yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW dalam Surah Al-Alaq, yang menekankan betapa pentingnya membaca sebagai pintu gerbang menuju ilmu, Islam telah memainkan peran penting dalam membangun budaya literasi. Dibahas juga faktor-faktor pendukung dan penghambat literasi dalam Islam, seperti kewajiban untuk belajar, budaya literasi di sekolah, dan tantangan kontemporer seperti dominasi teknologi dan kurangnya keinginan untuk membaca. Selain itu, agama Islam mendorong kebiasaan menulis melalui ayat-ayat Al-Quran dan hadits sebagai sarana ibadah dan pelestarian ilmu. Pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai Islam seperti kejujuran, kesabaran, dan kerendahan hati tidak hanya meningkatkan pemahaman kita tetapi juga menumbuhkan akhlak mulia. Oleh karena itu, literasi dipandang oleh Islam sebagai cara untuk meningkatkan kesejahteraan manusia dan memperkuat hubungan mereka dengan Tuhan.</p> <p><em>Literacy is the foundation of education and the advancement of civilization. In the Islamic perspective, literacy means more than just the technical ability to read and write; it also includes comprehension, data processing, and the development of knowledge, all of which are connected to the values of faith. Since the first revelation given to Prophet Muhammad (peace be upon him) in Surah Al-Alaq, which emphasizes the importance of reading as the gateway to knowledge, Islam has played a significant role in cultivating a culture of literacy This article also discusses the supporting and inhibiting factors of literacy in Islam, such as the obligation to seek knowledge, the culture of literacy in schools, and contemporary challenges such as the dominance of technology and the lack of reading interest. Furthermore, Islam encourages the practice of writing through verses of the Qur'an and hadith as a means of worship and knowledge preservation. Education grounded in Islamic values such as honesty, patience, and humility not only enhances understanding but also fosters noble character. Therefore, literacy is regarded in Islam as a means to improve human well-being and strengthen their connection with God.</em></p> Fadiya Fakhriya Arifin Ahmad Nazwa Vira Putri Amalia Shafira Aulia Azka Aryana Putra Raharja Hak Cipta (c) 2025 Perspektif Agama dan Identitas 2025-06-29 2025-06-29 10 6 PENYULUHAN DAN DAKWAH ANTAR BUDAYA KEPADA MASYARAKAT DINIYAH TAKMILIYAH AWALIYAH NURUL HUDA HAURKOLOT https://ojs.co.id/1/index.php/pai/article/view/3310 <p>Pengabdian kepada masyarakat (PkM) dengan judul "Dakwah Antar Budaya" ini dilatarbelakangi oleh realitas masyarakat Indonesia yang multikultural, terdiri dari berbagai suku, bahasa, adat, dan keyakinan. Keberagaman ini menuntut pendekatan dakwah yang inklusif dan adaptif terhadap nilai-nilai budaya lokal agar pesan dakwah dapat diterima oleh berbagai lapisan masyarakat. Dakwah antar budaya menjadi salah satu solusi untuk menjembatani perbedaan dan membangun dialog yang harmonis antara agama dan budaya. Tujuan kegiatan ini adalah agar mahasiswa Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Al-Zaytun Indonesia dapat menerapkan teori-teori yang telah dipelajari secara langsung melalui pengalaman nyata. Lokasi kegiatan berada di DTA Nurul Huda Haurkolot, RT 03/RW 01, Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Kabupaten Indramayu. Jenis kegiatan berupa seminar, di mana peserta diharapkan aktif dalam menyampaikan kembali isi materi, baik secara lisan maupun melalui media konten dakwah sederhana. Kegiatan ini berhasil meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam menyampaikan pesan dakwah yang relevan secara agama dan sensitif terhadap budaya lokal, serta model dakwah yang dihasilkan efektif dan dapat diterapkan di daerah dengan karakteristik masyarakat serupa.</p> <p><em>This community service (PKM) titled "Intercultural Da'wah" is motivated by Indonesia's multicultural society, consisting of various ethnicities, languages, customs, and beliefs. This diversity necessitates an inclusive and adaptive da'wah approach to local cultural values so that the da'wah message can be accepted by all layers of society. Intercultural da'wah serves as a solution to bridge differences and foster harmonious dialogue between religion and culture. The objective of this activity is for students of the Communication and Islamic Broadcasting Study Program, Faculty of Da'wah, Institut Agama Islam Al-Zaytun Indonesia, to apply theoretical knowledge directly through real-world experience. The activity took place at DTA Nurul Huda Haurkolot, RT 03/RW 01, Haurkolot Village, Haurgeulis District, Indramayu Regency. The activity format was a seminar where participants were expected to actively engage in re-delivering the material, both orally and through simple da'wah content media. The activity successfully increased students' skills in delivering religiously relevant da'wah messages that are sensitive to local culture, and the resulting da'wah model is effective and applicable in areas with similar community characteristics.).</em></p> Ash Shofhu Mukarib Chilmi Zidan Yazid Hak Cipta (c) 2025 Perspektif Agama dan Identitas 2025-06-29 2025-06-29 10 6 KURIKULUM ABADI: MUNKINKAH MENERAPKAN PERENIALISME UNTUK GENERASI MASA DEPAN? https://ojs.co.id/1/index.php/pai/article/view/3138 <p>Perenialisme adalah sebuah wacana filsafat kuno yang dapat diklaim tetap memiliki aktualisasi sepanjang zaman. Perenialisme menekankan nilai-nilai universal dan abadi, seperti kebenaran, kejujuran, dan tanggung jawab, yang dianggap penting dalam konteks modern yang penuh ketidakpastian. Dalam menghadapi tantangan globalisasi, pendidikan tidak hanya harus menghasilkan individu yang cerdas secara akademis, tetapi juga berakhlak mulia dan bertanggung jawab. Disamping itu, peran guru dalam membimbing peserta didik untuk menginternalisasikan kebenaran abadi dan mengembangkan potensi mereka secara holistik sangat ditekankan. Kurikulum yang berorientasi pada mata pelajaran dan metode pembelajaran yang beragam, seperti diskusi dan problem solving, diharapkan dapat melatih keterampilan berpikir kritis. Dengan memperkuat nilai-nilai lokal dan moral, pendidikan di Indonesia dapat membentuk generasi yang kompeten dan mampu mempertahankan identitas budaya di tengah arus globalisasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk menganalisis apakah aliran perenialisme ini cocok untuk di terapkan pada zaman sekarang, dengan harapan pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik. Hasil analisis menunjukkan bahwa Perenialisme menawarkan pendekatan komprehensif untuk pendidikan yang berkelanjutan dan relevan dengan tantangan zaman.</p> Sri Inayati Wedra Apsrison Hak Cipta (c) 2025 Perspektif Agama dan Identitas 2025-06-29 2025-06-29 10 6 NEGARA TAK BOLEH NETRAL? PENDIDIKAN AGAMA SEBAGAI MANDAT KONSTITUSI DALAM UUD 1945” https://ojs.co.id/1/index.php/pai/article/view/3244 <p>Penelitian ini membahas peran pendidikan agama di Indonesia dalam konteks pluralisme dan mandatorisitasnya sebagai bagian dari UUD 1945. Dalam masyarakat yang beragam, pendidikan agama tidak hanya berfungsi sebagai pengajaran ajaran tertentu, tetapi juga sebagai alat untuk membangun karakter dan identitas nasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi sejauh mana pendidikan agama dapat berkontribusi terhadap pengembangan toleransi antarumat beragama serta membentuk sikap positif siswa terhadap perbedaan. Keberagaman agama di Indonesia menciptakan tantangan terkait netralitas negara dalam pendidikan agama. Pertanyaan mendasar yang diangkat adalah apakah negara seharusnya bersikap netral atau memiliki tanggung jawab untuk mendukung pendidikan agama tertentu. Penelitian ini menekankan perlunya kebijakan publik yang konsisten dan inklusif dalam pelaksanaan pendidikan agama, serta evaluasi terhadap kurikulum yang ada untuk memastikan semua agama mendapatkan perhatian yang seimbang. Dampak globalisasi juga menjadi aspek yang penting dalam pendidikan agama. Akses informasi yang luas melalui teknologi informasi mempengaruhi cara siswa memahami dan mempraktikkan agama mereka. Penelitian ini mengkaji bagaimana pengaruh globalisasi dapat menjadi tantangan sekaligus peluang bagi pendidikan agama, serta bagaimana sekolah dapat memanfaatkan teknologi untuk menyampaikan nilai-nilai agama dengan cara yang lebih menarik dan relevan. Metode penelitian yang digunakan adalah Library Research, yang memungkinkan pengumpulan dan analisis data dari berbagai sumber tertulis. Analisis konten dilakukan untuk mengidentifikasi tema-tema utama dan argumen yang mendukung penelitian, serta untuk memberikan perspektif yang seimbang terhadap pelaksanaan pendidikan agama di Indonesia. Dengan pendekatan interdisipliner, penelitian ini mengaitkan perspektif sosiologis, psikologis, dan politik dalam memahami dinamika pendidikan agama. Akhirnya, penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi yang berguna bagi pembuat kebijakan, pendidik, dan masyarakat dalam mengembangkan pendidikan agama yang lebih baik dan inklusif. Dengan mengedepankan nilai-nilai kebangsaan dan toleransi, pendidikan agama dapat berfungsi sebagai fondasi untuk membangun karakter dan kebersamaan di tengah keragaman. Penelitian ini menegaskan bahwa pendidikan agama harus menjadi sarana untuk memperkuat persatuan dalam keberagaman, sehingga menciptakan masyarakat yang harmonis dan saling menghormati.</p> <p><em>This study discusses the role of religious education in Indonesia within the context of pluralism and its mandatory status as part of the 1945 Constitution. In a diverse society, religious education serves not only to teach specific doctrines but also as a tool for building character and national identity. The aim of this research is to explore how religious education can contribute to the development of tolerance among religious communities and foster positive attitudes in students towards differences. The diversity of religions in Indonesia presents challenges related to the neutrality of the state in religious education. A fundamental question raised is whether the state should remain neutral or bear the responsibility to support specific religious education. This study emphasizes the need for consistent and inclusive public policies in the implementation of religious education, as well as an evaluation of the existing curriculum to ensure all religions receive balanced attention. The impact of globalization is also a significant aspect of religious education. The wide access to information through technology influences how students understand and practice their faith. The research examines how globalization can pose challenges as well as opportunities for religious education, and how schools can utilize technology to convey religious values in more engaging and relevant ways. The research employs a Library Research method, allowing for the collection and analysis of data from various written sources. Content analysis is conducted to identify key themes and arguments that support the research, providing a balanced perspective on the implementation of religious education in Indonesia. Through an interdisciplinary approach, this study connects sociological, psychological, and political perspectives to understand the dynamics of religious education. Ultimately, this research aims to provide useful recommendations for policymakers, educators, and society in developing better and more inclusive religious education. By prioritizing national values and tolerance, religious education can serve as a foundation for building character and unity amid diversity. This study asserts that religious education should be a means to strengthen unity in diversity, thereby creating a harmonious and respectful society.</em></p> Muhammad Budi Perkasa Wedra Aprison Hak Cipta (c) 2025 Perspektif Agama dan Identitas 2025-06-29 2025-06-29 10 6 PERAN AJARAN ISLAM DALAM MENANAMKAN LITERASI SEJAK DINI https://ojs.co.id/1/index.php/pai/article/view/3191 <p>Literasi tidak hanya dimaknai sebagai kemampuan akademik, tetapi juga sebagai sarana spiritual dan moral dalam membentuk generasi yang cerdas, kritis, dan berakhlak mulia. Islam secara eksplisit mengangkat pentingnya literasi melalui wahyu pertama dalam Surah Al - Alaq ayat 1–5 dan Surah Al-Qalam ayat 1. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif berbasis studi pustaka dengan pendekatan analisis isi terhadap ayat-ayat Al-Qur'an dan literatur keislaman. Hasil kajian menunjukkan bahwa integrasi nilai-nilai Islam dalam kegiatan literasi dapat dilakukan melalui pembelajaran yang kontekstual, kolaboratif, dan berbasis teknologi, dengan dukungan peran guru dan orang tua. Artikel ini juga mengidentifikasi tantangan dalam menanamkan literasi Islami, seperti rendahnya minat baca dan arus globalisasi, serta menawarkan solusi strategis seperti penguatan kurikulum, pelatihan guru, dan sinergi antara sekolah, keluarga, dan masyarakat. Dengan demikian, literasi Islami menjadi jalan strategis dalam mencetak generasi berkarakter religius dan siap menghadapi tantangan zaman.</p> <p><em>Literacy is not only understood as an academic skill, but also as a spiritual and moral tool in shaping a generation that is intelligent, critical, and of noble character. Islam explicitly emphasizes the importance of literacy through the first revelation in Surah Al - Alaq verses 1–5 and Surah Al-Qalam verse 1. This study employs a descriptive qualitative method based on literature review with a content analysis approach toward Quranic verses and Islamic literature. The findings indicate that integrating Islamic values into literacy activities can be achieved through contextual, collaborative, and technology-based learning, supported by the roles of teachers and parents. This article also identifies challenges in instilling Islamic literacy, such as low reading interest and the flow of globalization, and offers strategic solutions such as strengthening the curriculum, teacher training, and synergy between schools, families, and communities. Thus, Islamic literacy becomes a strategic path in producing a generation with religious character and ready to face the challenges of the times.</em></p> Fathina Diyanisa Arifin Ahmad Muhammad Nur Mufid Afifah Dewi Anggaraeni Muhammad Rido Nurus Salam Hak Cipta (c) 2025 Perspektif Agama dan Identitas 2025-06-29 2025-06-29 10 6 KONTRIBUSI USHUL AL-TAFSIR TERHADAP PENDEKATAN AYAT SOSIAL KEMANUSIAAN https://ojs.co.id/1/index.php/pai/article/view/3308 <p>Penelitian ini mengkaji peran Ushul al-Tafsir dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan sosial kemanusiaan secara kontekstual dan komprehensif. Al-Qur’an sebagai teks suci dalam peradaban Islam tidak hanya menjadi sumber ajaran ritual, tetapi juga pedoman moral dan sosial yang responsif terhadap kondisi historis dan realitas sosial masyarakat. Dengan menggunakan metode kepustakaan dan pendekatan kualitatif deskriptif, penelitian ini menelaah bagaimana ilmu Ushul al-Tafsir dapat menjembatani makna literal dan konteks sosial untuk menghasilkan tafsir yang progresif, yang relevan dengan tantangan keadilan, kesetaraan, dan perlindungan hak asasi manusia di era modern. Hasil kajian menegaskan pentingnya kerangka keilmuan Ushul al-Tafsir dalam menjaga integritas dan dinamika penafsiran Al-Qur’an agar tetap sesuai dengan maqashid syariah serta nilai-nilai kemanusiaan universal.</p> <p><em>This study examines the role of Usul al-Tafsir in understanding the verses of the Qur'an related to social humanity contextually and comprehensively. The Qur'an as a sacred text in Islamic civilization is not only a source of ritual teachings, but also a moral and social guideline that is responsive to historical conditions and social realities of society. Using library methods and a descriptive qualitative approach, this study examines how the science of Usul al-Tafsir can bridge literal meaning and social context to produce progressive interpretations, which are relevant to the challenges of justice, equality, and protection of human rights in the modern era. The results of the study emphasize the importance of the scientific framework of Usul al-Tafsir in maintaining the integrity and dynamics of the interpretation of the Qur'an so that it remains in accordance with the maqashid sharia and universal humanitarian values.</em></p> Surya Saputra Muhammad Izrahul Asshadiqi Gema Tamsir Muhammad Rahmatul Akhir Anwar Sidik Hak Cipta (c) 2025 Perspektif Agama dan Identitas 2025-06-29 2025-06-29 10 6 TRANSFORMASI KURIKULUM DI INDONESIA DARI KBK, KTSP, K13, HINGGA IMPLEMENTASI MERDEKA BELAJAR DAN FULL DAY SCHOOL https://ojs.co.id/1/index.php/pai/article/view/3228 <p>Transformasi kurikulum di Indonesia mencerminkan dinamika perubahan paradigma pendidikan nasional yang berupaya menjawab tantangan zaman dan kebutuhan peserta didik. Sejak era Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang menekankan pengembangan kompetensi dan pemahaman holistik siswa, perubahan berlanjut ke Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang memberikan otonomi lebih kepada sekolah dalam menyusun kurikulum sesuai karakteristik lokal, meski menghadapi tantangan dalam standarisasi dan implementasi Kurikulum 2013 (K13) hadir dengan pendekatan saintifik, pembelajaran tematik integratif, serta penekanan pada penguatan karakter dan keterampilan abad ke-21, namun realisasinya di lapangan masih menghadapi kendala kesiapan guru dan infrastruktur. Reformasi berlanjut melalui kebijakan Merdeka Belajar yang memberikan kebebasan lebih besar kepada sekolah dan guru dalam merancang pembelajaran sesuai kebutuhan dan potensi lokal, serta mendorong inovasi dan kreativitas dalam proses belajar-mengajar. Selain itu, implementasi kebijakan Full Day School turut menjadi respons terhadap kebutuhan penguatan karakter dan peningkatan waktu belajar siswa. Setiap perubahan kurikulum membawa kelebihan dan kekurangan, serta menuntut evaluasi berkelanjutan agar sistem pendidikan Indonesia semakin relevan, adaptif, dan mampu mempersiapkan generasi muda menghadapi tantangan global tanpa kehilangan identitas budaya bangsa.</p> <p>&nbsp;</p> <p><em>The transformation of curriculum in Indonesia reflects the dynamic evolution of the national education paradigm aimed at addressing contemporary challenges and meeting the needs of learners. Beginning with the Competency-Based Curriculum (KBK), which emphasized the development of competencies and holistic understanding of students, the reform continued with the School-Based Curriculum (KTSP) that granted schools greater autonomy to design curricula tailored to local characteristics, despite facing challenges in standardization and implementation. The 2013 Curriculum (K13) introduced a scientific approach, integrative thematic learning, and a strong focus on character building and 21st-century skills; however, its implementation encountered obstacles related to teacher readiness and infrastructure. The reform progressed further with the Merdeka Belajar (Freedom to Learn) policy, providing even greater freedom for schools and teachers to design learning processes aligned with local needs and potentials, encouraging innovation and creativity in teaching and learning. Additionally, the implementation of Full Day School policy responded to the need for strengthening character education and increasing student learning time. Each curriculum change brought advantages and challenges, necessitating continuous evaluation to ensure Indonesia’s education system remains relevant, adaptive, and capable of preparing young generations to face global challenges without losing the nation’s cultural identity.</em></p> Nia Rahminata Andria Zulfani Sesmiarni Hak Cipta (c) 2025 Perspektif Agama dan Identitas 2025-06-29 2025-06-29 10 6 PERAN DAN FUNGSI PENDIDIK DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI DI SDN 11 KOTO BESAR https://ojs.co.id/1/index.php/pai/article/view/3188 <p>Pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) menjadi aspek krusial dalam mewujudkan pendidikan Islam yang kontekstual, relevan, dan mampu membentuk karakter peserta didik. Latar belakang penelitian ini berangkat dari masih rendahnya efektivitas implementasi kurikulum PAI yang sering kali hanya bersifat kognitif dan belum sepenuhnya membentuk penjiwaan nilai-nilai keagamaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana peran dan fungsi pendidik dalam pengembangan kurikulum PAI di SDN 11 Koto Besar Dharmasraya, serta bagaimana pendidik menyesuaikan kurikulum dengan karakteristik peserta didik dan kebutuhan sekolah. Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi lapangan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidik di SDN 11 Koto Besar menjalankan berbagai peran strategis, seperti perencana pembelajaran, pelaksana kurikulum, fasilitator, evaluator, dan kolaborator. Mereka juga aktif mengembangkan materi pembelajaran dan melakukan asesmen diagnostik untuk menyesuaikan strategi pembelajaran. Meskipun menghadapi berbagai tantangan seperti keterbatasan sarana dan penguasaan teknologi, guru mampu mengimplementasikan solusi strategis berbasis kolaborasi, pendekatan kontekstual, dan integrasi nilai-nilai keislaman dalam kehidupan nyata siswa. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan pengembangan kurikulum sangat bergantung pada kompetensi dan peran aktif guru sebagai ujung tombak pendidikan.</p> <p><em>The development of the Islamic Religious Education (PAI) curriculum is a crucial aspect in realizing Islamic education that is contextual, relevant, and able to shape the character of students. The background of this study is based on the still low effectiveness of the implementation of the PAI curriculum which is often only cognitive and has not fully formed the soul of religious values. This study aims to examine the role and function of educators in the development of the PAI curriculum at SDN 11 Koto Besar Dharmasraya, as well as how educators adjust the curriculum to the characteristics of students and school needs. The method used is descriptive qualitative with a field study approach through interviews, observations, and documentation. The results of the study show that educators at SDN 11 Koto Besar carry out various strategic roles, such as learning planners, curriculum implementers, facilitators, evaluators, and collaborators. They are also active in developing learning materials and conducting diagnostic assessments to adjust learning strategies. Despite facing various challenges such as limited facilities and mastery of technology, teachers are able to implement strategic solutions based on collaboration, contextual approaches, and integration of Islamic values in students' real lives. This shows that the success of curriculum development is highly dependent on the competence and active role of teachers as the spearhead of education.</em></p> Mila Vedira Zulfani Sesmiarni Hak Cipta (c) 2025 Perspektif Agama dan Identitas 2025-06-29 2025-06-29 10 6 DARI KELAS KE KAFE: MENGHIDUPKAN PENDIDIKAN HAMKA DALAM SUASANA SANTAI https://ojs.co.id/1/index.php/pai/article/view/3297 <p>Penulisan ini mengkaji bagaimana pemikiran pendidikan Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka) dapat diaktualisasikan dalam suasana belajar yang santai dan terbuka, seperti di ruang-ruang informal semacam kafe. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif melalui observasi dan studi pustaka, tulisan ini menyoroti tiga pokok pemikiran utama: pemikiran pendidikan Hamka, pendidikan Islam kontekstual, dan internalisasi nilai-nilai Islam dalam kehidupan modern. Ketiganya ditelaah dalam konteks perubahan pendekatan pembelajaran dari ruang kelas yang kaku menuju ruang dialogis yang lebih humanis. Suasana nonformal tidak hanya menjadi alternatif tempat, tetapi juga pendekatan yang membuka peluang keterhubungan spiritual, moral, dan intelektual secara lebih alami. Kajian ini menunjukkan bahwa nilai-nilai pendidikan Islam dapat ditanamkan secara lebih bermakna melalui pendekatan yang dekat dengan realitas keseharian.</p> <p><em>This study explores how the educational philosophy of Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka) can be actualized within relaxed and open learning environments, such as informal settings like cafés. Using a qualitative approach through observation and literature review, this writing focuses on three central themes: Hamka’s educational thought, contextual Islamic education, and the internalization of Islamic values in modern life. These themes are examined in the context of shifting pedagogical practices from rigid classrooms to more humanistic and dialogical spaces. Informal environments are not merely alternative venues, but also approaches that open up deeper moral, spiritual, and intellectual engagement. The study suggests that Islamic educational values can be more meaningfully instilled through methods grounded in everyday life realities.</em></p> Meli Sartika Wedra Aprison Hak Cipta (c) 2025 Perspektif Agama dan Identitas 2025-06-29 2025-06-29 10 6 HAK WARIS ANAK TIRI DALAM PERKAWINAN https://ojs.co.id/1/index.php/pai/article/view/3218 <p>Hukum waris Islam memiliki peran penting dalam mengatur pembagian harta warisan seseorang yang telah meninggal dunia. Meskipun hukum waris Islam memiliki aturan yang jelas, namun praktik waris di Indonesia masih dipengaruhi oleh hukum adat dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW). Salah satu hal yang menarik dalam hukum waris adalah hak waris anak tiri dalam perkawinan yang sah. Anak tiri tidak memiliki hak waris secara otomatis dalam hukum Islam, sehingga diperlukan kajian lebih lanjut mengenai mekanisme pewarisan bagi mereka. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis hak waris anak tiri dalam hukum Islam dan solusi hukum yang dapat digunakan, seperti wasiat wajib. Kajian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih komprehensif mengenai status anak tiri dalam hukum waris Islam dan praktik waris di Indonesia.</p> <p>&nbsp;</p> <p><em>Islamic inheritance law has an important role in regulating the distribution of the estate of someone who has died. Although Islamic inheritance law has clear rules, inheritance practices in Indonesia are still influenced by customary law and the Civil Code (BW). One of the interesting issues in inheritance law is the inheritance rights of stepchildren in a legal marriage. Stepchildren do not have automatic inheritance rights in Islamic law, so further study is needed on the inheritance mechanism for them. This article aims to analyze the inheritance rights of stepchildren in Islamic law and the legal solutions that can be used, such as mandatory wills. This study is expected to provide a more comprehensive understanding of the status of stepchildren in Islamic inheritance law and inheritance practices in Indonesia</em></p> Destri Choerunnisa Anisa Dwi Apriliana Salsabil Salwa Indriyani Titis Saputra Syifa Kamila Putri Rafli Gusti Pradipta P Astika Nurul Hidayah Hak Cipta (c) 2025 Perspektif Agama dan Identitas 2025-06-29 2025-06-29 10 6 METODE PEMBELAJARAN BACA TULIS AL-QUR’AN PADA ANAK SEKOLAH DASAR https://ojs.co.id/1/index.php/pai/article/view/3185 <p>Metode pembelajaran baca tulis Al-Qur'an pada anak sekolah dasar memiliki peranan penting dalam membentuk dasar pemahaman agama dan kemampuan literasi keagamaan sejak usia dini. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi berbagai metode yang digunakan dalam mengajarkan baca tulis Al-Qur'an kepada siswa sekolah dasar, serta efektivitasnya dalam meningkatkan kemampuan membaca dan menulis huruf-huruf Al-Qur'an. Metode yang umum diterapkan mencakup metode Iqra, metode Ummi, metode sorogan, dan metode hijaiyah. Setiap metode memiliki pendekatan yang berbeda dalam mengenalkan huruf-huruf Arab dan ayat-ayat Al-Qur'an, yang disesuaikan dengan tingkat usia dan kemampuan kognitif anak. Penelitian ini juga menganalisis tantangan yang dihadapi dalam pembelajaran Al-Qur'an di sekolah dasar, seperti keterbatasan waktu, ketidaksesuaian materi dengan kemampuan anak, serta kurangnya pelatihan bagi para pengajar. Berdasarkan hasil penelitian, penggunaan metode yang bervariasi dan integrasi dengan kegiatan pembelajaran lainnya dapat meningkatkan pemahaman anak terhadap Al-Qur'an. Oleh karena itu, perlu ada pengembangan lebih lanjut terhadap kurikulum dan strategi pembelajaran yang efektif agar tujuan pembelajaran baca tulis Al-Qur'an dapat tercapai secara optimal pada anak sekolah dasar.</p> <p><em>The method of learning to read and write the Qur'an for elementary school children plays an important role in forming the basis of religious understanding and religious literacy skills from an early age. This study aims to explore the various methods used in teaching reading and writing the Qur'an to elementary school students, as well as their effectiveness in improving the ability to read and write the letters of the Qur'an. Commonly applied methods include the Iqra method, the Ummi method, the sorogan method, and the hijaiyah method. Each method has a different approach in recognizing Arabic letters and verses of the Qur'an, which is adjusted to the age level and cognitive abilities of children. This study also analyzes the challenges faced in learning the Qur'an in elementary schools, such as time constraints, incompatibility of materials with children's abilities, and lack of training for teachers. Based on the results of the study, the use of various methods and integration with other learning activities can improve children's understanding of the Qur'an. Therefore, further development of the curriculum and effective learning strategies is needed so that the objectives of learning to read and write the Qur'an can be achieved optimally in elementary school children.</em></p> Beni Agusti Arifin Ahmad Prayogi Adriansyah Jesen Putra Wijaya Tatan Hak Cipta (c) 2025 Perspektif Agama dan Identitas 2025-06-29 2025-06-29 10 6 INSAN PROBLEM SOLVER: MENAFSIR ULANG HAKIKAT MANUSIA DAN RELEVANSINYA BAGI PENDIDIKAN ISLAM ERA DIGITAL https://ojs.co.id/1/index.php/pai/article/view/3265 <p>Artikel ini mengkaji konsep insan problem solver dalam perspektif Pendidikan Islam di era digital melalui penafsiran ulang hakikat manusia sebagai entitas spiritual-intelektual yang bertanggung jawab sebagai khalifah. Di tengah pesatnya transformasi digital yang membawa peluang sekaligus tantangan—seperti kesenjangan akses teknologi, degradasi moral, dan ketimpangan kompetensi—pendidikan Islam dituntut untuk beradaptasi tanpa kehilangan identitasnya. Dimaana seharusnya dunia pendidikan menjadi pusat tempat tumbuhnya manusia-manusia pencerah dari masalah, namun kenyataanya malah sebaliknya sekolah menjadi tempat-tempat timbulnya berbagai masalah, sperti cyberbullying, kekersan seksual, pergaulan bebas, premanisme dan lainnya. Maka penelitian ini bertujuan menganalisis integrasi nilai-nilai Islam dengan literasi digital serta mengembangkan strategi pendidikan yang membentuk peserta didik menjadi problem solver yang berkarakter. Melalui pendekatan kualitatif dengan analisis teks keagamaan dan literatur empiris, penelitian mengidentifikasi tiga masalah utama: (1) dominasi metode tradisional, (2) keterbatasan integrasi nilai Islam-teknologi, dan (3) kesenjangan infrastruktur, serta menawarkan solusi melalui kurikulum Digital Problem-Based Learning, inovasi pembelajaran berbasis proyek-AI, dan peningkatan kompetensi guru. Temuan menunjukkan konsep ini relevan secara teoretis-praktis untuk menciptakan pendidikan Islam holistik yang memadukan spiritualitas dan penguasaan teknologi, dengan implikasi kebijakan berupa pemerataan infrastruktur dan pelatihan guru guna membentuk ekosistem pendidikan inklusif</p> <p><em>This article examines the concept of insan problem solver (human as problem solver) within Islamic education in the digital era through a reinterpretation of human nature as a spiritual-intellectual entity entrusted with the responsibility of khalifah (stewardship). Amid rapid digital transformation that presents both opportunities and challenges—including technological access disparities, moral degradation, and competence gaps—Islamic education must adapt while preserving its core identity. While educational institutions should ideally serve as centers for developing enlightened problem-solvers, contemporary schools paradoxically become breeding grounds for various social issues such as cyberbullying, sexual violence, promiscuity, and juvenile delinquency. This study aims to analyze the integration of Islamic values with digital literacy and develop educational strategies to cultivate students as ethical problem-solvers. Using qualitative methods with religious textual analysis (Quran, Hadith, and scholarly works) and empirical literature review, the research identifies three key issues: (1) dominance of traditional teaching methods, (2) inadequate integration of Islamic values with technology, and (3) infrastructure disparities. The proposed solutions include implementing a Digital Problem-Based Learning curriculum, project-based and AI-enhanced learning innovations, and teacher competency enhancement. Findings demonstrate the concept's theoretical-practical relevance in creating holistic Islamic education that synergizes spirituality with technological mastery, with policy implications for digital infrastructure equalization and teacher training to establish an inclusive educational ecosystem.</em></p> Muhammad Okeh Hartono Wedra Aprison Hak Cipta (c) 2025 Perspektif Agama dan Identitas 2025-06-29 2025-06-29 10 6 PERAN TAWAKAL UNTUK MENGATASI KECEMASAN: STUDI LITERATUR PADA GENERASI Z https://ojs.co.id/1/index.php/pai/article/view/3216 <p>Studi literatur ini mengeksplorasi peran tawakal (kepercayaan kepada Tuhan) dalam mengurangi kecemasan di kalangan Generasi Z, sebuah demografi yang secara signifikan dipengaruhi oleh kemajuan teknologi yang pesat dan tekanan sosial. Pendahuluan menyoroti tantangan unik yang dihadapi oleh Generasi Z, termasuk masalah kesehatan ment21q9A (*al yang diperburuk oleh media sosial dan ekspektasi akademis. Kecemasan, yang ditandai dengan kekhawatiran yang terus-menerus dan tekanan emosional, lazim terjadi pada kelompok ini, dengan penelitian yang menunjukkan tingkat kecemasan yang tinggi di antara mereka. Penelitian ini menekankan pentingnya tawakal sebagai pendekatan spiritual untuk mengatasi kecemasan, yang menunjukkan bahwa ketergantungan pada Tuhan dapat memberikan kedamaian dan stabilitas dalam menghadapi tantangan hidup. Metodologi yang digunakan adalah tinjauan literatur kualitatif, dengan menganalisis berbagai sumber akademis untuk memahami hubungan antara tawakal dan kecemasan. Temuan menunjukkan bahwa tawakal dapat berfungsi sebagai mekanisme yang signifikan bagi Generasi Z untuk mengelola kecemasan mereka, mendorong pola pikir positif dan ketahanan. Kesimpulannya menegaskan kembali pentingnya mengintegrasikan tawakal ke dalam kehidupan Generasi Z untuk menumbuhkan kesejahteraan mental dan mengatasi tekanan kehidupan modern.</p> <p><em>This literature study explores the role of tawakal (trust in God) in alleviating anxiety among Generation Z, a demographic significantly influenced by rapid technological advancements and social pressures. The introduction highlights the unique challenges faced by Generation Z, including mental health issues exacerbated by social media and academic expectations. Anxiety, characterized by persistent worry and emotional distress, is prevalent in this group, with studies indicating high levels of anxiety among them. The research emphasizes the importance of tawakal as a spiritual approach to coping with anxiety, suggesting that reliance on God can provide peace and stability in the face of life's challenges. The methodology involves a qualitative literature review, analyzing various academic sources to understand the relationship between tawakal and anxiety. The findings suggest that tawakal can serve as a significant mechanism for Generation Z to manage their anxiety, promoting a positive mindset and resilience. The conclusion reiterates the necessity of integrating tawakal into the lives of Generation Z to foster mental well-being and cope with the pressures of modern life.</em></p> Dwi Anggita Rasydi Tenonia Komala Kusumadewi Hak Cipta (c) 2025 Perspektif Agama dan Identitas 2025-06-29 2025-06-29 10 6 PENGARUH PROGRAM TUNTAS BACA AL-QUR'AN TERHADAP PEMBENTUKAN KARAKTER ISLAMI PADA SISWA DI SMK NEGERI 1 WANGGARASI https://ojs.co.id/1/index.php/pai/article/view/3353 <p>Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh program Tuntas Baca Al-Qur’an (TBQ) dengan metode Dirosa terhadap pembentukan karakter Islami peserta didik di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Dengan pendekatan kualitatif melalui studi kepustakaan, penelitian ini mengeksplorasi program TBQ sebagai sarana literasi keagamaan yang tidak hanya menanggulangi keterbatasan dalam membaca Al-Qur’an, tetapi juga menanamkan nilai-nilai karakter seperti disiplin, tanggung jawab, hormat, dan spiritualitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program TBQ, jika dijalankan secara konsisten dan mendapat dukungan kebijakan sekolah, berkontribusi besar dalam memperkuat karakter Islami peserta didik. Kajian ini menjadi kontribusi ilmiah dalam menunjukkan bahwa program pembelajaran Al-Qur’an yang terstruktur dapat menjadi instrumen pendidikan karakter yang transformatif dalam institusi pendidikan formal.</p> <p><em>This study aims to analyze the influence of the Tuntas Baca Al-Qur’an (TBQ) program using the Dirosa method on the development of Islamic character among vocational high school students. Employing a qualitative library research approach, the study explores TBQ as a religious literacy program that not only addresses Qur’anic reading deficiencies but also promotes character values such as discipline, responsibility, respect, and spirituality. The findings indicate that TBQ, when integrated with consistent guidance and school policy support, significantly contributes to strengthening students’ Islamic character. This study provides a scholarly contribution in demonstrating how structured Qur’anic reading programs can serve as transformative character education tools in formal educational institutions.</em></p> Nirmala Ramadan Kio Hak Cipta (c) 2025 Perspektif Agama dan Identitas 2025-06-29 2025-06-29 10 6 ILMU TANPA ADAB : PENDIDIKAN YANG TERCABUT DARI RUHNYA DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT ILMU DAN HADITS https://ojs.co.id/1/index.php/pai/article/view/3153 <p>Pendidikan modern cenderung menitikberatkan pada pencapaian intelektual dan teknis, namun sering mengabaikan dimensi adab sebagai ruh utama dari ilmu. Akibatnya, terjadi krisis moral dan kekeringan spiritual dalam dunia pendidikan. Artikel ini bertujuan untuk: menganalisis keterkaitan antara ilmu dan adab dalam perspektif filsafat ilmu; mengidentifikasi penyebab dan dampak terlepasnya adab dari ilmu; dan menggali konsep adab menuntut ilmu sebagaimana dijelaskan dalam hadis-hadis Nabi SAW sebagai pedoman utama pendidikan yang bernilai ruhani. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif berbasis studi pustaka, artikel ini menyimpulkan bahwa adab bukan hanya pelengkap dalam proses menuntut ilmu, tetapi merupakan fondasi esensial yang menentukan arah, nilai, dan manfaat dari ilmu itu sendiri. Tanpa adab, pendidikan kehilangan makna dan terputus dari tujuannya yang hakiki, yakni membentuk insan kamil yang cerdas secara intelektual sekaligus luhur secara moral dan spiritual.</p> <p><em>Modern education tends to emphasize intellectual and technical achievements while often neglecting the dimension of adab (ethical and spiritual conduct), which serves as the soul of knowledge. As a result, the educational sphere is facing a moral crisis and spiritual dryness. This article aims to: analyze the intrinsic relationship between knowledge and adab from the perspective of the philosophy of science; identify the causes and consequences of the detachment of adab from the pursuit of knowledge; and explore the concept of adab in seeking knowledge as conveyed in the hadiths of the Prophet Muhammad (peace be upon him), which serve as a foundational guide for spiritually meaningful education. Utilizing a qualitative research method based on literature study, this article concludes that adab is not a mere complement in the process of acquiring knowledge but rather an essential foundation that determines the direction, value, and benefit of knowledge itself. Without adab, education loses its meaning and becomes disconnected from its ultimate purpose: to form the insan kamil a complete human being who is intellectually intelligent and morally and spiritually refined.</em></p> Eni Nuraeni Nazwa Azahra Syafe'i Andi Rosa Anggi Hak Cipta (c) 2025 Perspektif Agama dan Identitas 2025-06-29 2025-06-29 10 6 KRITIK TERHADAP PENDEKATAN HAFALAN DALAM PENDIDIKAN AGAMA: TELAAH DARI PERSPEKTIF TEORI BELAJAR KOGNITIF” https://ojs.co.id/1/index.php/pai/article/view/3251 <p>Pendekatan hafalan dalam pendidikan agama telah menjadi metode utama di banyak lembaga pendidikan, terutama di negara-negara dengan tradisi keagamaan yang kuat. Meskipun dianggap efektif dalam mentransfer ajaran dasar, metode ini semakin dikritik karena dianggap kurang relevan dalam mengembangkan pemahaman yang mendalam dan kritis. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi kritik terhadap pendekatan hafalan dari perspektif teori belajar kognitif, serta mengusulkan alternatif yang lebih holistik dan interaktif. Teori belajar kognitif, yang dipelopori oleh tokoh-tokoh seperti Jean Piaget dan David Ausubel, menekankan proses mental aktif dalam pembelajaran. Dalam konteks pendidikan agama, pendekatan hafalan seringkali mengabaikan aspek-aspek penting seperti analisis, sintesis, dan evaluasi. Akibatnya, siswa mungkin hanya mampu mengingat informasi tanpa benar-benar memahami makna dan relevansinya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini berpotensi memicu masalah serius, seperti intoleransi dan radikalisme yang berakar dari pemahaman agama yang dangkal. Melalui survei yang dilakukan oleh Pew Research Center, terungkap bahwa banyak generasi muda merasa pendidikan agama yang mereka terima tidak relevan dengan kehidupan modern. Mereka menginginkan pendekatan yang lebih menekankan pemahaman nilai-nilai universal agama dan penerapannya dalam konteks yang beragam. Oleh karena itu, penelitian ini mengusulkan evaluasi kembali terhadap pendekatan hafalan, dengan menawarkan metode pembelajaran yang lebih berfokus pada pemahaman dan aplikasi ajaran agama. Metode penelitian yang digunakan adalah library research, yang memungkinkan peneliti untuk mengumpulkan dan menganalisis berbagai sumber literatur yang relevan. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang kritik terhadap pendekatan hafalan dan alternatif yang dapat diusulkan berdasarkan teori belajar kognitif. Hasil analisis menunjukkan bahwa pendekatan yang lebih interaktif dan berbasis teknologi dapat membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan relevansi ajaran agama dalam kehidupan mereka. Akhirnya, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan pendidikan agama yang lebih efektif dan relevan. Dengan memahami kritik terhadap pendekatan hafalan dan menelaah alternatif yang lebih konstruktif, pendidikan agama dapat menjadi lebih menarik dan bermanfaat bagi siswa. Melalui pemahaman yang lebih mendalam, siswa akan lebih siap untuk menghadapi tantangan kehidupan dan menerapkan ajaran agama dalam konteks yang lebih luas.</p> <p><em>The rote approach in religious education has become the main method in many educational institutions, especially in countries with strong religious traditions. Although considered effective in transferring basic teachings, this method is increasingly criticized for being less relevant in developing deep and critical understanding. This study aims to explore the criticism of the rote approach from the perspective of cognitive learning theory, and propose a more holistic and interactive alternative. Cognitive learning theory, pioneered by figures such as Jean Piaget and David Ausubel, emphasizes active mental processes in learning. In the context of religious education, the rote approach often ignores important aspects such as analysis, synthesis, and evaluation. As a result, students may only be able to remember information without truly understanding its meaning and relevance in everyday life. This has the potential to trigger serious problems, such as intolerance and radicalism that are rooted in a shallow understanding of religion. Through a survey conducted by the Pew Research Center, it was revealed that many young people feel that the religious education they receive is not relevant to modern life. They want an approach that emphasizes understanding the universal values </em><em>​​</em><em>of religion and their application in diverse contexts. Therefore, this study proposes a re-evaluation of the memorization approach, by offering a learning method that focuses more on understanding and applying religious teachings. The research method used is library research, which allows researchers to collect and analyze various relevant literature sources. This study aims to provide deeper insight into the criticisms of the memorization approach and alternatives that can be proposed based on cognitive learning theory. The results of the analysis indicate that a more interactive and technology-based approach can help students develop critical thinking skills and the relevance of religious teachings in their lives. Finally, this study is expected to contribute to the development of more effective and relevant religious education. By understanding the criticisms of the memorization approach and examining more constructive alternatives, religious education can become more interesting and beneficial for students. Through deeper understanding, students will be better prepared to face life's challenges and apply religious teachings in a broader context.</em></p> Muhammad Budi Perkasa Nia Rahminata Andria Linda Yarni Hak Cipta (c) 2025 Perspektif Agama dan Identitas 2025-06-29 2025-06-29 10 6 KONSEP PENDIDIKAN HOLISTIK MALIK BENNABI : SOLUSI KRISIS IDENTITAS MUSLIM DAN REAKTUALISASI TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM DI ERA GLOBALISASI https://ojs.co.id/1/index.php/pai/article/view/3202 <p>Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konsep pendidikan holistik menurut Malik Bennabi dan relevansinya dalam mengatasi krisis identitas Muslim serta reaktualisasi tujuan pendidikan Islam di era globalisasi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi literatur untuk menggali dan mendalami teori pendidikan Bennabi serta implementasinya dalam konteks pendidikan Islam masa kini. Krisis ini ditandai dengan tergerusnya nilai-nilai spiritual dan moral akibat dominasi budaya materialistik yang dibawa oleh arus globalisasi. Dalam konteks ini, pendidikan menjadi instrumen utama dalam membentuk kembali jati diri umat Islam yang terintegrasi antara iman, ilmu, dan amal. Tujuan pendidikan Islam menurut Bennabi bukan hanya untuk menciptakan individu yang terampil secara intelektual, tetapi juga untuk membentuk pribadi yang memiliki integritas moral dan spiritual. Reaktualisasi tujuan pendidikan Islam diperlukan untuk menciptakan generasi yang mampu mengintegrasikan ilmu agama dengan ilmu pengetahuan umum. Hal ini penting agar generasi Muslim tidak hanya cerdas dalam bidang akademik, tetapi juga mampu mempertahankan dan mengaktualisasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Data diperoleh melalui studi pustaka terhadap karya-karya Malik Bennabi dan referensi ilmiah lainnya yang relevan. Penelitian ini bertumpu pada analisis terhadap gagasan-gagasan Bennabi tentang peradaban dan peran sentral pendidikan dalam membentuk manusia yang integral. Pembahasan dalam penelitian ini menyoroti empat aspek utama pendidikan holistik menurut Bennabi, yaitu dimensi ruhaniyah (spiritualitas), aqliyah (intelektualitas), akhlaqiyah (moralitas), dan ijtima’iyah (sosialitas). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan holistik yang melibatkan integrasi antara ilmu agama dan ilmu umum dapat menjadi solusi bagi krisis identitas yang dihadapi umat Islam. Selain itu, pendekatan ini dapat mendorong pembentukan generasi yang tidak hanya menguasai ilmu pengetahuan, tetapi juga memiliki karakter dan akhlak yang baik, sesuai dengan ajaran Islam. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dalam pengembangan pendidikan Islam yang lebih adaptif terhadap tantangan globalisasi, serta memberikan wawasan tentang pentingnya integrasi antara dimensi intelektual dan spiritual dalam pendidikan.</p> <p><em>This study aims to analyze the concept of holistic education according to Malik Bennabi and its relevance in addressing the identity crisis of Muslims, as well as the reactualization of the goals of Islamic education in the era of globalization. This research employs a descriptive qualitative method with a literature study approach to explore and delve into Bennabi’s educational theory and its implementation in the context of contemporary Islamic education. This crisis is marked by the erosion of spiritual and moral values due to the dominance of materialistic culture brought by the current of globalization. In this context, education becomes the main instrument in reshaping the identity of Muslims, integrating faith, knowledge, and action. According to Bennabi, the goal of Islamic education is not only to create intellectually skilled individuals but also to form personalities with strong moral and spiritual integrity. Reactualizing the goals of Islamic education is necessary to build a generation capable of integrating religious knowledge with general science. This is essential so that the Muslim generation is not only academically intelligent but also capable of upholding and actualizing Islamic values in daily life. Data were obtained through literature review of Malik Bennabi’s works and other relevant scholarly references. This research is based on an analysis of Bennabi’s ideas on civilization and the central role of education in shaping integral human beings. The discussion in this study highlights four main aspects of holistic education according to Bennabi: the spiritual (rū</em><em>ḥ</em><em>āniyyah), intellectual (‘aqliyyah), moral (akhlāqiyyah), and social (ijtima’iyyah) dimensions. The findings show that holistic education, which involves the integration of religious and general sciences, can be a solution to the identity crisis faced by Muslims. Moreover, this approach can promote the development of a generation that not only masters scientific knowledge but also possesses good character and morality in accordance with Islamic teachings.</em></p> Febi Febrianda Wedra Aprison Hak Cipta (c) 2025 Perspektif Agama dan Identitas 2025-06-29 2025-06-29 10 6 TASAWUF SEBAGAI ETIKA PEMBEBASAN MEMOSISIKAN ISLAM SEBAGAI AGAMA MORALITAS https://ojs.co.id/1/index.php/pai/article/view/3309 <p>Peradaban modern mengalami krisis moral serius dimana kemajuan teknologi berbanding terbalik dengan kualitas moralitas manusia. Pemahaman Islam kontemporer sering bersifat formalistik dan ritualistik, kurang menyentuh substansi etis-spiritual ajaran. Penelitian ini bertujuan menganalisis tasawuf sebagai etika pembebasan dan mengkaji perannya dalam memposisikan Islam sebagai agama moralitas. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metodologi library research, menganalisis sumber primer dan sekunder tentang tasawuf, etika Islam, dan filsafat moral. Tasawuf berfungsi sebagai etika pembebasan melalui tiga proses utama: tazkiyah al-nafs (penyucian jiwa), zuhud (menjauh dari cinta dunia), dan ma'rifah (pengetahuan intuitif tentang Tuhan). Proses ini membentuk individu yang merdeka dari dominasi nafsu dan kecenderungan duniawi, memiliki kesadaran spiritual tinggi. Tasawuf memposisikan Islam sebagai agama moralitas melalui penekanan pada akhlak mulia, integrasi spiritualitas dengan tanggung jawab sosial, dan prinsip moderasi dalam beragama. Tasawuf menampilkan Islam sebagai agama universal, inklusif, dan humanis, menawarkan solusi atas krisis moral modern melalui praktik spiritual seimbang yang dibarengi akhlak terpuji dan pengabdian kepada sesama.</p> <p><em>Modern civilization is experiencing a serious moral crisis where technological advancement inversely correlates with human morality quality. Contemporary Islamic understanding often remains formalistic and ritualistic, failing to address the ethical-spiritual essence of the teachings. This study aims to analyze Sufism as liberation ethics and examine its role in positioning Islam as a religion of morality. This research employs qualitative approach with library research methodology, analyzing primary and secondary sources on Sufism, Islamic ethics, and moral philosophy. Sufism functions as liberation ethics through three main processes: tazkiyah al-nafs (soul purification), zuhud (detachment from worldly desires), and ma'rifah (intuitive knowledge of God). These processes create individuals free from carnal desires and worldly tendencies, possessing high spiritual consciousness. Sufism positions Islam as a religion of morality by emphasizing noble character (akhlaq), integrating spirituality with social responsibility, and promoting moderation in religious practice. Sufism presents Islam as a universal, inclusive, and humanistic religion, offering solutions to modern moral crises through balanced spiritual practices accompanied by noble character and service to humanity.</em></p> Selviana Indo Santalia Hamzah Harun Hak Cipta (c) 2025 Perspektif Agama dan Identitas 2025-06-29 2025-06-29 10 6 KAJIAN KRITIS AD- DAKHIL DARI JALUR LINGUISTIK https://ojs.co.id/1/index.php/pai/article/view/3229 <p>Penafsiran Penafsiran Al-Qur’an sebagai aktivitas ilmiah tidak lepas dari berbagai tantangan metodologis, salah satunya adalah masuknya unsur-unsur asing (al-dakhil) ke dalam tafsir. Unsur-unsur ini mencakup berbagai bentuk seperti riwayat palsu, pengaruh budaya luar, hingga kesalahan linguistik. Kajian ini memfokuskan perhatian pada al-dakhil dari jalur linguistik, yaitu penyimpangan atau kekeliruan dalam penafsiran yang bersumber dari kesalahan dalam memahami aspek bahasa Arab, seperti nahwu, sharaf, balaghah, dan lughah. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk al-dakhil linguistik dalam tafsir, menelusuri sebab-sebab kemunculannya, serta menawarkan solusi untuk menghindarinya dalam kegiatan tafsir kontemporer. Metode yang digunakan adalah studi kepustakaan dengan pendekatan kualitatif deskriptif. Hasil kajian menunjukkan bahwa al-dakhil linguistik sering kali lahir dari kelemahan mufassir dalam penguasaan ilmu-ilmu bahasa Arab serta dominasi asumsi ideologis yang mengaburkan objektivitas linguistik. Oleh karena itu, penguatan basis linguistik menjadi syarat utama dalam menjaga otentisitas penafsiran Al-Qur’an.</p> <p>&nbsp;</p> <p><em>Qur’anic&nbsp; interpretation, as a scholarly endeavor, faces various methodological challenges, one of which is the intrusion of foreign elements (al-dakhil) into exegesis. These elements include fabricated reports, external cultural influences, and linguistic errors. This study focuses specifically on al-dakhil from the linguistic perspective—referring to deviations or misinterpretations resulting from errors in understanding the Arabic language, such as grammar (nahw), morphology (sharf), rhetoric (balaghah), and vocabulary (lughah). The aim is to identify the forms of linguistic al-dakhil found in Qur’anic interpretation, examine the root causes of their emergence, and offer solutions to prevent them in contemporary exegesis. This research employs a qualitative descriptive method through library research. The findings indicate that linguistic al-dakhil often arises from the exegete’s weak mastery of Arabic linguistic sciences and the dominance of ideological assumptions that compromise linguistic objectivity. Strengthening linguistic competence, therefore, is essential in maintaining the authenticity of Qur’anic interpretation, and capable of preparing young generations to face global challenges without losing the nation’s cultural identity.</em></p> Etika Rahmah Nasution Ade Hermawan Hery Sahputra Hak Cipta (c) 2025 Perspektif Agama dan Identitas 2025-06-29 2025-06-29 10 6 GURU SANG PEMBENTUK JIWA: PERSPEKTIF ISLAM PENDIDIK DALAM MENDIDIK AKHLAK https://ojs.co.id/1/index.php/pai/article/view/3189 <p>Menurut perspektif Islam, guru bukan hanya bertugas mengajarkan ilmu, tetapi juga membangun karakter dan kepribadian siswa. Karena tanggung jawab besar untuk menumbuhkan potensi afektif, kognitif, dan psikomotorik siswa, pendidik diposisikan dengan sangat baik dalam Islam. Tugas pendidik melampaui batas ruang kelas karena mereka juga berfungsi sebagai murabbi, mu'allim, muzakki, dan mu'addib, yang bertanggung jawab atas perkembangan spiritual dan moral generasi muda. Dalam Islam, pendidikan akhlak sangat penting, dan keberhasilan proses tersebut sangat bergantung pada kepribadian pendidik. Pendidik harus memiliki moralitas, kepribadian mulia, dan kemampuan untuk menjadi teladan dalam kehidupan sehari-hari. Tidak hanya pengetahuan teoretis yang membentuk karakter siswa, tetapi juga cara mereka berinteraksi satu sama lain, menerapkan nilai-nilai mereka, dan tindakan yang ditunjukkan oleh pendidik membentuk akhlak mereka. Oleh karena itu, pendidik harus menjadi figur yang "digugu dan ditiru", yang memiliki kemampuan untuk mendorong dan mempengaruhi perilaku positif siswa. Peran pendidik menjadi semakin penting dan kompleks di tengah tantangan modern seperti kemajuan teknologi, krisis moral, dan kekurangan dukungan lingkungan. Pendidik harus dapat mengimbangi perubahan zaman sambil mempertahankan prinsip Islam dalam pendidikan. Mereka tidak hanya harus mahir dalam bidang teknologi dan ilmu pengetahuan, tetapi juga harus dapat membina iman, ibadah, dan akhlakul karimah siswa dengan menggunakan pendekatan dan metode yang masuk akal. Penelitian ini melakukan studi pustaka, atau studi pustaka, dengan pendekatan studi konsep untuk literatur pendidikan Islam Hasil kajian menunjukkan bahwa pendidik memiliki kedudukan strategis dalam membentuk generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kuat dalam iman dan berakhlak mulia. Pendidikan akidah, ibadah, dan akhlak yang diajarkan secara terpadu oleh pendidik yang berkualitas akan melahirkan manusia yang seimbang secara spiritual, intelektual, dan sosial, sesuai dengan tujuan pendidikan dalam Islam.</p> <p><em>According to the Islamic perspective, teachers are not only tasked with teaching knowledge, but also building the character and personality of students. Because of the great responsibility to foster the affective, cognitive, and psychomotor potential of students, educators are positioned very well in Islam. The duties of educators go beyond the classroom because they also function as murabbi, mu'allim, muzakki, and mu'addib, who are responsible for the spiritual and moral development of the younger generation. In Islam, moral education is very important, and the success of the process depends greatly on the personality of the educator. Educators must have morality, noble personality, and the ability to be role models in everyday life. Not only theoretical knowledge shapes the character of students, but also the way they interact with each other, apply their values, and the actions shown by educators shape their morals. Therefore, educators must be figures who are "looked up to and imitated", who have the ability to encourage and influence positive student behavior. The role of educators is becoming increasingly important and complex amidst modern challenges such as technological advances, moral crises, and lack of environmental support. Educators must be able to keep up with the changing times while maintaining Islamic principles in education. They must not only be proficient in technology and science, but must also be able to foster students' faith, worship, and noble character using reasonable approaches and methods. This study conducted a literature study, or library study, with a concept study approach for Islamic education literature. The results of the study indicate that educators have a strategic position in forming a generation that is not only intellectually intelligent, but also strong in faith and has noble character. Education in faith, worship, and morals taught in an integrated manner by qualified educators will produce humans who are balanced spiritually, intellectually, and socially, in accordance with the goals of education in Islam.</em></p> Mila Vedira Wedra Aprison Hak Cipta (c) 2025 Perspektif Agama dan Identitas 2025-06-29 2025-06-29 10 6 PENGHARAMAN POLIGAMI https://ojs.co.id/1/index.php/pai/article/view/3298 <p>Poligami merupakan isu klasik yang selalu menarik perhatian untuk diperbincangkan dan didiskusikan oleh kaum Adam apalagi kaum Hawa. Menarik bagi kaum Hawa, sebab jika poligami diperbolehkan itu berarti kaum Adam mendapatkan legitimasi syari’ah (baca : agama) untuk menikah lebih dari seorang istri. Sedangkan bagi sebagian besar kaum Hawa merupakan momok bahkan perkara yang paling pantang bagi mereka. Hal itu disebabkan karena umumnya karakteristik kaum Hawa tidak ingin diduakan dalam hidupnya. Didalam tehnik pengumpulan data, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research/ literature study) murni, yaitu sebuah kajian yang mencari data-data yang diperlukan untuk menjawab masalah penelitian ini di dalam dokumen atau bahan pustaka. Hasil dari penelitian ini bahwa poligami sebagai salah satu bentuk perkawinan dalam Islam masih menjadi perdebatan yang tak berujung. Perselisihan pendapat mengenai poligami paling tidak dapat dibedakan menjadi dua, pertama pendapat yang mendukung poligami. Kedua, pendapat yang mengharamkan poligami. Sedangkan menurut penulis, penulis tidak sepenuhnya menolak dengan apa yang diungkapan oleh pendukung poligami demikian pula tidak sepenuhnya menerima apa yang diungkapan oleh yang mengharamkan poligami. Terhadap pendukung poligami hendaknya melihat kepada poligami yang dilakukan Rasulullah SWA dengan alasan Nabi berpoligami setelah berumur di atas 50 tahun, sehingga dapat dipastikan bukan nafsu yang dikedepankan, Nabi berpoligami setelah khadijah sebagai isteri pertama meninggal dunia, Nabi berpoligami dengan tidak menyakiti hati wanita, di mana nabi menolak menikahi wanita wanita yang pecemburu sehingga tidak menyakiti hati seorang wanita, Nabi berpoligami karena ada alasan tertentu. Sedangkan terhadap pengharaman poligami, penulis sarankan bahwa poligami terdapat dalam ayat dan dilaksanakan oleh sahabat nabi, yang berarti poligami memang terjadi dalam Islam hanya saja harus memenuhi syarat syarat tertentu. Dan apabila mengharamkan poligami karena memang terdapat alasan kemashlahatan sebagaimana yang difatwakan Abduh, adalah hanya bersifat temporal, tidak selamanya.</p> <p><em>Polygamy is a classic issue that always attracts attention to be discussed and discussed by the Adams, especially the Eves. It is interesting for Eves, because if polygamy is allowed, it means that the Adams get the legitimacy of shari'ah (read: religion) to marry more than one wife. Meanwhile, for most Eve it is a scourge and even the most abstinent thing for them. This is because generally the characteristics of Eve do not want to be duped in their lives. In the data collection technique, the author uses a pure library research method, which is a study that looks for the data needed to answer this research problem in documents or library materials. The result of this study is that polygamy as a form of marriage in Islam is still an endless debate. Disagreements regarding polygamy can at least be distinguished into two, the first is the opinion that supports polygamy. Second, opinions that prohibit polygamy. Meanwhile, according to the author, the author does not completely reject what is expressed by the supporters of polygamy as well as not fully accept what is expressed by those who prohibit polygamy. For supporters of polygamy, one should look at the polygamy carried out by the Prophet SWA on the grounds that the Prophet was polygamous after he was over 50 years old, so that it can be ascertained that it is not a passion that is put forward, the Prophet was polygamous after Khadijah as his first wife died, the Prophet practiced polygamy by not hurting women's hearts, where the Prophet refused to marry a jealous woman so as not to hurt a woman's heart. The Prophet practiced polygamy for a certain reason. As for the prohibition of polygamy, the author suggests that polygamy is contained in the verse and carried out by the Prophet's companions, which means that polygamy does occur in Islam, only it must meet certain conditions. And if polygamy is forbidden because there is indeed a reason for fame as stated in Abduh's fatwa, it is only temporal, not forever.</em></p> Sapri Marlian Akbarizan Arisman Hak Cipta (c) 2025 Perspektif Agama dan Identitas 2025-06-29 2025-06-29 10 6 RENDAHNYA KESADARAN BERAGAMA DI DESA MINORITAS MUSLIM: STUDI KASUS KRISIS DA’I DI TOBA (ANALISIS SWOT) https://ojs.co.id/1/index.php/pai/article/view/3219 <p>Penelitian ini mengkaji krisis da'i di Toba dengan menggunakan analisis SWOT. Da'i, yang merupakan sebutan umum untuk orang yang melakukan dakwah, sering mengalami krisis yang dapat berdampak signifikan terhadap umat Islam secara keseluruhan. Krisis tersebut meliputi kontroversi, tindakan etis, pembatasan kekuasaan, faktor lingkungan, serta tantangan dalam menyebarkan dakwah. Penelitian ini fokus di daerah Toba, memunculkan permasalahan yang dihadapi dalam berdakwah, seperti tidak adanya jumlah da'i, tidak adanya pendidikan agama di masyarakat, dan tidak adanya masyarakat terhadap adat. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi kasus, meliputi penelitian lapangan, analisis literatur, serta wawancara dengan da'i, masyarakat, remaja masjid, dan komunitas Muslim. Hasil penelitian menunjukkan permasalahan berdakwah di desa-desa terpencil Toba, termasuk tidak adanya da'i dan pendidikan agama, serta kelangsungan masyarakat pada adat. Pembahasan mencakup pengertian da'i, dijelaskan sebagai orang yang bergerak dalam bidang dakwah dan memiliki peran penting dalam menyebarkan ajaran Islam. Analisis SWOT digunakan sebagai alat untuk mengungkap kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam konteks krisis di Toba.Kesimpulannya penekanan pentingnya peran da'i dalam kegiatan dakwah, sementara analisis SWOT menggambarkan faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi krisis da'i di Toba. Saran termasuk pengembangan program pendidikan agama di Toba, dengan fokus pada masyarakat Batak Toba, serta menangani permasalahan infrastruktur dan ketidakpastian pada adat.</p> <p>&nbsp;</p> <p><em>The research method uses a qualitative approach with case studies, including field research, literature analysis, and interviews with preachers, the community, mosque youth and Muslim communities. The results of the research show the problems of preaching in remote villages of Toba, including the absence of preachers and religious education, as well as the continuity of community traditions. The discussion includes the definition of da'i, explained as a person who is engaged in the field of da'wah and has an important role in spreading Islamic teachings. SWOT analysis is used as a tool to reveal strengths, weaknesses, opportunities and threats in the context of the crisis in Toba. In conclusion, it emphasizes the importance of the role of da'i in da'wah activities, while the SWOT analysis describes the internal and external factors that influence the preacher crisis in Toba. Suggestions include developing a religious education program in Toba, with a focus on the Toba Batak community, as well as addressing infrastructure issues and uncertainty regarding customs.</em></p> Winda Kustiawan Dea Putri Anggraeni Shelsy Agifurnama Desi Fatmasari Hak Cipta (c) 2025 Perspektif Agama dan Identitas 2025-06-29 2025-06-29 10 6 DARI MORALITAS KE AKSI: MODEL PEMBELAJARAN AFEKTIF UNTUK SISWA https://ojs.co.id/1/index.php/pai/article/view/3186 <p>Degradasi moral di kalangan siswa di Indonesia menjadi isu yang semakin mengkhawatirkan, dengan peningkatan perilaku menyimpang seperti bullying dan penyalahgunaan narkoba. Penelitian ini mengeksplorasi penerapan model pembelajaran afektif sebagai pendekatan inovatif dalam pendidikan moral. Melalui pembelajaran afektif, siswa diharapkan dapat menginternalisasi nilai-nilai moral dan meningkatkan kesadaran akan dampak tindakan mereka. Penelitian ini menggunakan metode literatur review untuk mengumpulkan dan menganalisis berbagai sumber terkait. Temuan menunjukkan bahwa pendidikan moral berbasis pembelajaran afektif tidak hanya meningkatkan pemahaman siswa terhadap norma dan etika, tetapi juga berkontribusi pada perkembangan karakter dan perilaku positif. Dengan menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan aman, serta melibatkan orang tua dan masyarakat, sekolah dapat mengoptimalkan implementasi pendidikan moral. Penelitian ini merekomendasikan perlunya penelitian lebih lanjut untuk mengeksplorasi dampak jangka panjang model ini dalam konteks pendidikan.</p> <p><em>Moral degradation among students in Indonesia has become an increasingly concerning issue, with rising incidents of deviant behavior such as bullying and drug abuse. This study explores the implementation of the affective learning model as an innovative approach to moral education. Through affective learning, students are expected to internalize moral values and enhance their awareness of the impact of their actions. This research employs a literature review method to collect and analyze various relevant sources. The findings indicate that affective-based moral education not only improves students’ understanding of norms and ethics but also contributes to character development and positive behavior. By creating an inclusive and safe learning environment and involving parents and the community, schools can optimize the implementation of moral education. This study recommends further research to explore the long-term impacts of this model in educational contexts.</em></p> Muhammad Budi Perkasa Muhammad Okeh Hartono Hidayani Syam Hak Cipta (c) 2025 Perspektif Agama dan Identitas 2025-06-29 2025-06-29 10 6 KEGIATAN P5 DIMENSI GOTONG ROYONG DAN BERNALAR KRITIS DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER SISWA PADA MATA PELAJARAN PAIBP https://ojs.co.id/1/index.php/pai/article/view/3296 <p>Sikap gotong royong dan bernalar kritis sangat dibutuhkan bagi siswa, Kurikulum merdeka mempunyai beberapa dimensi yang bisa di implementasikan di sekolah untuk mendukung karakter baik siswa.&nbsp; Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hasil kegiatan P5 dimensi gotong royong dan bernalar kritis dalam pembentukan karakter siswa pada mata pelajaran PAIBP di kelas X SMA IT Al-Hidayah. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Data dikumpulkan melalui observasi, dokumentasi dan wawancara secara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Implementasi kegiatan P5 dimensi gotong royong dan bernalar kritis dalam pembentukan karakter siswa pada mata pelajaran PAIBP yaitu berjalan efektif meskipun perubahan karakter siswa belum signifikan. Implementasi tersebut dapat membentuk karakter siswa yang logis, reflektif, dan bertanggung jawab. Faktor pendukung dalam implementasi kegiatan P5 dimensi gotong royong dan bernalar kritis pada mata pelajaran PAIBP didukung oleh komitmen seluruh warga sekolah, budaya religius, dan antusiasme siswa terhadap pembelajaran interaktif. Perubahan karakter siswa terlihat pada meningkatnya empati, kepedulian sosial, kemampuan berpikir kritis, dan keberanian dalam berpendapat.</p> <p><em>The attitude of mutual cooperation and critical reasoning is very much needed for students, the independent curriculum has several dimensions that can be implemented in schools to support students' good character. This study aims to analyze the results of P5 activities in the dimensions of mutual cooperation and critical reasoning in the formation of student character in the PAIBP subject in class X of SMA IT Al-Hidayah. The research method used is qualitative with a case study approach. Data were collected through observation, documentation and in-depth interviews. The results of the study indicate that the implementation of P5 activities in the dimensions of mutual cooperation and critical reasoning in the formation of student character in the PAIBP subject is effective even though changes in student character are not significant. This implementation can form students' characters who are logical, reflective, and responsible. Supporting factors in the implementation of P5 activities in the dimensions of mutual cooperation and critical reasoning in the PAIBP subject are supported by the commitment of all school residents, religious culture, and student enthusiasm for interactive learning. Changes in student character can be seen in increased empathy, social concern, critical thinking skills, and courage in expressing opinions.</em></p> Siti Khodijah Afif Nurseha Shaleh Afif Hak Cipta (c) 2025 Perspektif Agama dan Identitas 2025-06-29 2025-06-29 10 6 WEB BASED LEARNING DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM: SOLUSI PEMBELAJARAN DI ERA DIGITALISASI https://ojs.co.id/1/index.php/pai/article/view/3217 <p>Transformasi digital dalam dunia pendidikan menuntut adanya inovasi dalam model pembelajaran, salah satunya melalui penerapan pembelajaran berbasis web (Web-Based Learning/WBL). Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah mendorong guru dan lembaga pendidikan untuk mengadaptasi metode pembelajaran yang tidak hanya efektif, tetapi juga relevan dengan kebutuhan generasi digital saat ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kepustakaan (library research). Data dikumpulkan melalui telaah literatur dari berbagai sumber seperti buku, jurnal ilmiah, artikel, dan dokumen pendidikan yang relevan dengan topik WBL. Analisis dilakukan secara deskriptif-analitis untuk menyusun sintesis teoretis tentang WBL, baik dari segi definisi, desain pembelajaran, efektivitas, maupun tantangan dalam penerapannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa WBL memiliki potensi besar dalam mendukung pembelajaran yang fleksibel, mandiri, dan berbasis teknologi. Keunggulan WBL terletak pada kemudahan akses, keberagaman sumber belajar, serta peningkatan motivasi belajar peserta didik. Namun, WBL juga menghadapi beberapa kendala seperti keterbatasan sarana teknologi, rendahnya literasi digital, serta minimnya interaksi sosial langsung. Oleh karena itu, diperlukan strategi implementasi yang matang, mulai dari penguatan infrastruktur, peningkatan kompetensi guru, hingga perancangan konten yang kontekstual dan bernilai edukatif Islami. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi konseptual bagi pengambil kebijakan, guru, dan peneliti dalam mengembangkan pembelajaran berbasis web yang efektif dan relevan dengan perkembangan zaman.</p> <p>&nbsp;</p> <p><em>Digital transformation in the world of education demands innovation in learning models, one of which is through the implementation of web-based learning (Web-Based Learning/WBL). The development of information and communication technology (ICT) has encouraged teachers and educational institutions to adapt learning methods that are not only effective but also relevant to the needs of today's digital generation. The method used in this study is a qualitative method with a library research approach. Data were collected through literature reviews from various sources such as books, scientific journals, articles, and educational documents relevant to the topic of WBL. The analysis was carried out descriptively-analystically to compile a theoretical synthesis of WBL, both in terms of definition, learning design, effectiveness, and challenges in its implementation. The results of the study show that WBL has great potential in supporting flexible, independent, and technology-based learning. The advantages of WBL lie in easy access, diversity of learning sources, and increased student learning motivation. However, WBL also faces several obstacles such as limited technological facilities, low digital literacy, and minimal direct social interaction. Therefore, a mature implementation strategy is needed, starting from strengthening infrastructure, improving teacher competence, to designing contextual and Islamic educational content. This research is expected to be a conceptual reference for policy makers, teachers, and researchers in developing effective and relevant web-based learning with the development of the times.</em></p> Mila Vedira Arsil Hidayani Syam Hak Cipta (c) 2025 Perspektif Agama dan Identitas 2025-06-29 2025-06-29 10 6 KEWAJIBAN ANAK MEMBERI NAFKAH KEPADA ORANG TUA PASCA NIKAH PERSPEKTIF HUKUM ISLAM https://ojs.co.id/1/index.php/pai/article/view/3170 <p>Kewajiban menafkahi orang tua merupakan bagian dari perintah moral dan keagamaan yang diakui pula dalam sistem hukum positif di Indonesia. Dalam konteks anak yang telah menikah, muncul pertanyaan mengenai sejauh mana kewajiban tersebut tetap melekat, terutama mengingat adanya tanggung jawab baru terhadap keluarga inti. Artikel ini membahas kewajiban hukum anak dalam menafkahi orang tua berdasarkan perspektif hukum Islam tentang kesejahteraan lanjut usia. Dalam hukum Islam, anak, baik laki-laki maupun perempuan, tetap memiliki kewajiban menafkahi orang tua jika orang tua berada dalam kondisi tidak mampu. Hukum perdata Indonesia juga mengakui adanya tanggung jawab timbal balik antara orang tua dan anak. Namun, pelaksanaannya bersifat situasional dan memperhatikan kemampuan anak serta kebutuhan orang tua. Kajian ini juga menyoroti pertimbangan keadilan dalam pembagian nafkah antara keluarga inti dan orang tua. Metode yang digunakan adalah studi yuridis normatif dengan pendekatan kuantitatif. Artikel ini berargumen bahwa meskipun anak telah menikah dan memiliki tanggung jawab terhadap keluarganya sendiri, kewajiban menafkahi orang tua tetap ada secara moral dan dapat diberlakukan secara hukum apabila memenuhi unsur kebutuhan dan ketidakmampuan orang tua, serta kemampuan anak untuk memberi nafkah.</p> <p>&nbsp;</p> Maryani Zainal Arifin M.Wahyu Dewangga Dewi Murtosiah Alip Aprilyansa Egi Saputra Tiara Anisa Ridho Viskitri Asaka Hak Cipta (c) 2025 Perspektif Agama dan Identitas 2025-06-29 2025-06-29 10 6 STUDI ANALISIS COMMUTER MARRIAGE FAMILY MENURUT ULAMA KONTEMPORER https://ojs.co.id/1/index.php/pai/article/view/3255 <p>Fenomena commuter marriage atau pernikahan jarak jauh merupakan bentuk adaptasi pasangan suami istri terhadap tuntutan ekonomi dan karier yang mengharuskan mereka tinggal terpisah. Fenomena ini semakin umum di era globalisasi, namun juga menimbulkan tantangan dalam pemenuhan hak dan kewajiban suami istri, khususnya terkait kebutuhan biologis, emosional, dan komunikasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis commuter marriage dalam perspektif Islam berdasarkan pandangan ulama kontemporer seperti Yusuf al-Qaradawi, Wahbah al-Zuhaili, dan Ahmad al-Raysuni. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan studi kepustakaan, ditemukan bahwa commuter marriage tidak bertentangan dengan syariat Islam selama hak-hak dan kewajiban dalam rumah tangga tetap terpenuhi, serta komunikasi dan komitmen antara pasangan dijaga dengan baik. Namun, hubungan jarak jauh ini sebaiknya diposisikan sebagai solusi darurat (dharurat) dan bukan pilihan utama dalam membina rumah tangga.</p> <p><em>The phenomenon of commuter marriage, or long-distance marriage, is a form of adaptation by married couples to economic and career demands that require them to live apart. This trend has become increasingly common in the era of globalization but also presents challenges in fulfilling spousal rights and obligations, particularly concerning biological needs, emotional connection, and communication. This study aims to analyze commuter marriage from an Islamic perspective based on the views of contemporary scholars such as Yusuf al-Qaradawi, Wahbah al-Zuhaili, and Ahmad al-Raysuni. Using a qualitative and literature-based approach, the study finds that commuter marriage is not contrary to Islamic teachings as long as spousal rights and duties are maintained, and the couple preserves effective communication and commitment. However, this type of marital arrangement should be seen as a last-resort solution (dharura) rather than the ideal form of family life.</em></p> Rudi Apriandi Akbarizan Arisman Hak Cipta (c) 2025 Perspektif Agama dan Identitas 2025-06-29 2025-06-29 10 6