PARADIGMA KEILMUAN DALAM STUDI ISLAM: INTEGRASI DAN INTERKONEKSI

Penulis

  • Wafiq Fadillah Nur Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda
  • M. Ainur Rofiq Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda
  • Eko Nursalim STAI Sangatta Kutai Timur, Indonesia

Kata Kunci:

Paradigma, Islam, Integrasi,, Interkoneksi

Abstrak

Artikel ini membahas paradigma keilmuan dalam studi Islam dengan menekankan pentingnya integrasi dan interkoneksi ilmu sebagai alternatif terhadap pola dikotomis yang telah lama mewarnai tradisi akademik Islam. Pemisahan antara ilmu agama dan ilmu umum terbukti menimbulkan keterbatasan dalam menjawab kompleksitas persoalan kontemporer. Dengan pendekatan kualitatif dan strategi library research, penelitian ini menganalisis literatur primer dan sekunder terkait perkembangan paradigma nondikotomis, baik dari pemikiran klasik seperti al-Ghazali dan Ibn Khaldun mahupun dari gagasan modern seperti Amin Abdullah, Kuntowijoyo, Ismail Raji al-Faruqi, dan Syed Naquib al-Attas. Hasil penelitian menunjukkan bahawa paradigma nondikotomis menghadirkan kerangka epistemologi baru yang memandang wahyu, akal, dan realitas sosial sebagai satu kesatuan. Orientasi pendidikan yang semula terfragmentasi kini diarahkan untuk menghasilkan lulusan yang religius sekaligus adaptif. Dari sisi metodologi, studi Islam semakin memanfaatkan pendekatan interdisipliner dan multidisipliner untuk memberikan jawapan yang komprehensif terhadap isu-isu aktual seperti zakat digital, ekologi, dan keadilan sosial. Implementasi kelembagaan juga menunjukkan transformasi, di mana universitas Islam mengembangkan kurikulum integratif yang menghapus sekat antara ilmu agama dan ilmu umum. Secara keseluruhan, artikel ini menegaskan bahawa peralihan menuju paradigma nondikotomis bukan hanya memperkuat tradisi intelektual Islam, tetapi juga mengokohkan peran studi Islam dalam percakapan akademik global. Dengan demikian, integrasi dan interkoneksi ilmu berfungsi sebagai landasan penting bagi pengembangan studi Islam yang relevan, responsif, dan berorientasi pada kemaslahatan umat.

This article discusses the scientific paradigm in Islamic studies by emphasizing the importance of the integration and interconnection of knowledge as an alternative to the dichotomous pattern that has long colored the Islamic academic tradition. The separation between religious science and general science has proven to cause limitations in answering the complexity of contemporary problems. With a qualitative approach and library research strategy, this study analyzes the primary and secondary literature related to the development of non-dichotomous paradigms, both from classical thought such as al-Ghazali and Ibn Khaldun as well as from modern ideas such as Amin Abdullah, Kuntowijoyo, Ismail Raji al-Faruqi, and Syed Naquib al-Attas. The results of the study show that the nondichotomous paradigm presents a new epistemological framework that views revelation, reason, and social reality as a whole. The educational orientation that was originally fragmented is now directed to produce graduates who are religious as well as adaptive. In terms of methodology, Islamic studies increasingly utilize interdisciplinary and multidisciplinary approaches to provide comprehensive answers to actual issues such as digital zakat, ecology, and social justice. Institutional implementation also shows a transformation, where Islamic universities develop an integrative curriculum that removes the barriers between religious and general sciences. Overall, this article asserts that the shift towards a nondichotomous paradigm not only strengthens the Islamic intellectual tradition, but also solidifies the role of Islamic studies in the global academic conversation. Thus, the integration and interconnection of knowledge serves as an important foundation for the development of relevant, responsive, and benefit-oriented Islamic studies.

Unduhan

Diterbitkan

2025-10-30