PERBANDINGAN METODE PEMBUKTIAN HUKUM ACARA PERDATA ANTARA INDONESIA DENGAN SINGAPURA
Kata Kunci:
Perbandingan, Pembuktian, Alat Bukti, Bukti ElektronikAbstrak
Pembuktian merupakan upaya penyajian alat-alat bukti yang sah menurut hukum kepada hakim yang memeriksa perkara guna memberi kepastian tentang kebenaran suatu peristiwa yang dikemukakan dan pembuktian menjadi dasar bagi hakim dalam memutuskan perkara. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis terkait pembuktian dan prosedur autentifikasi alat bukti elektronik pada hukum acara perdata Indonesia. Penulisan ini juga akan membandingkan regulasi dan penerapan alat bukti elektronik di Singapura. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis-normatif dengan pendekatan. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan pendekatan hukum komparatif, pendekatan peraturan perundang-undangan, dan pendekatan analitis. Data diperoleh dari penelitian kepustakaan kualitatif untuk mendapatkan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Data dianalisis secara kualitatif dengan cara menguraikan secara deskriptif dari data yang telah diperoleh kemudian dalam hal menarik kesimpulan menggunakan metode deduktif guna mendapatkan jawaban dari permasalahan. Hasil penelitian ini mencakup tiga kesimpulan : Negara Indonesia menganut sistem hukum civil law sementara negara Singapura menganut sistem hukum common law. Persamaan mencakup pengakuan kedua negara terhadap dokumen tertulis, keterangan saksi dan penggunaan bukti elektronik. Sementara itu, perbedaan mencakup Pengaturan alat bukti negara Indonesia diatur secara limitatif dan Singapura tersebar di yurisprudensi, hukum acara perdata Indonesia mengatur jenis alat bukti menjadi akta autentik dan akta di bawah tangan sementara Singapura tidak mengatur batasan jenis alat bukti tertulis (documentary evidence), di Indonesia terkait keterangan saksi harus dilakukan secara lisan dihadapan persidangan sementara Singapura keterangan saksi dapat dilakukan dengan membuat affidavit, Indonesia mengatur golongan-golongan yang dilarang untuk menjadi saksi tertuang dalam Pasal 145 HIR sementara Singapura tidak mengatur larangan dalam memberikan kesaksian, dan Singapura mengakui bukti elektronik dalam hukum materiil dan hukum formil sementara negara Indonesia hanya mengakui dalam hukum materiil. Kemudian, Kemudian, kelebihan negara Singapura dan kekurangan Indonesia dalam pengaturan pembuktian antara kedua negara, dapat dilihat dari 3 (tiga) aspek, yakni landasan hukum, pengaturan bukti elektronik, dan admisibilitas bukti elektronik. Prosedural autentifikasi bukti elektronik di Singapura meliputi kesepakatan para pihak, melalui proses yang disetujui para pihak, dibuktikan dengan surat pernyataan dan sertifikat dari operator sistem. Sementara Indonesia, menerapkan langkah-langkah seperti penilaian forensic digital dan integritas bukti melalui Chain of Custody.
Evidence is an effort to present evidence that is valid according to the law to the judge who examines the case in order to provide certainty about the truth of an event that is presented, and evidence is the basis for the judge in deciding the case. The purpose of this study is to analyze the evidence and authentication procedures for electronic evidence in the Indonesian Civil Procedure Law. This writing will also compare the regulation and application of electronic evidence in Singapore. The research method used is the juridical-normative method with a qualitative approach. The approach taken is a comparative legal approach, a statutory approach and an analytical approach. Data will be obtained from literature review to obtain primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials. The data is analyzed in a qualitative way by descriptively describing the data that has been obtained then in terms of drawing conclusions using the deductive method to get answers to problems. The results of this study consist of three conclusions: Indonesian adheres to a civil law system while Singapore adheres to common law system. Similarities include both countries' recognition of written documents, witness testimony and the use of electronic evidence. Meanwhile, the differences include Indonesia's evidentiary arrangements are regulated in a restrictive manner and Singapore's are scattered in jurisprudence, Indonesia's Civil Procedure Law regulates the type of evidence in authentic instruments and instruments under the hand while Singapore does not set limits on the type of documentary evidence, in Indonesia related to witness testimony must be done orally before the trial while Singapore witness testimony can be done by making an affidavit, Indonesia regulates the groups that are prohibited from being a witness contained in Article 145 HIR while Singapore does not regulate the prohibition in giving testimony, and Singapore recognises electronic evidence in material law and formal law while Indonesia recognises only in material law. Then, the advantages of Singapore and the disadvantages of Indonesia in the evidentiary rules between the two countries can be seen from 3 (three) aspects, namely the legal basis, the regulation of electronic evidence and the admissibility of electronic evidence. Procedures for the authentication of electronic evidence in Singapore include the agreement of the parties through a procedure agreed upon by the parties, evidenced by an affidavit and a certificate from the system operator. Indonesia, meanwhile, applies measures such as digital forensic evaluation and evidence integrity through chain of custody.