SUBALTERN DALAM NOVEL MIDAH SIMANIS BERGIGI EMAS KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER: KAJIAN POSKOLONIAL
Kata Kunci:
Subaltern, Perempuan, Poskolonial, Penindasan, Resistensi, PramoedyaAbstrak
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap bentuk penindasan, marginalisasi sosial dan resistensi yang dialami oleh tokoh subaltern dalam novel Midah Simanis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer. Kajian ini mempergunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan teori subaltern dari Gayatri Chakravorty Spivak sebagai pisau analisis. Tokoh Midah diposisikan sebagai perempuan subaltern yang mengalami berbagai bentuk ketertindasan, baik dalam ranah domestik maupun sosial. Hasil analisis menunjukan bahwa Midah mengalami subordinasi gender, pengucilan sosial, dan kekerasan simbolik yang membungkam suaranya sebagai perempuan. Meskipun demikian, Midah tidak sepenuhnya diam. Ia menunjukan resistensi melalui keberanian dalam memilih jalan hidup sendiri, mempertahankan martabatnya, dan menolak tunduk pada dominasi patriarkal. Perjuangan Midah mencerminkan usaha perempuan subaltern untuk merebut kembali agensinya dalam ruang yang tidak memberinya suara.
This study was conducted with the aim of revealing the forms of oppression, social marginalization and resistance experienced by subaltern characters in the novel Midah Simanis Bergigi Emas by Pramoedya Ananta Toer. This study uses a qualitative descriptive approach with Gayatri Chakravorty Spivak's subaltern theory as an analytical tool. The character Midah is positioned as a subaltern woman who experiences various forms of oppression, both in the domestic and social spheres. The results of the analysis show that Midah experiences gender subordination, social exclusion, and symbolic violence that silence her voice as a woman. However, Midah is not completely silent. She shows resistance through her courage in choosing her own path in life, maintaining her dignity, and refusing to submit to patriarchal domination. Midah's struggle reflects the efforts of subaltern women to reclaim their agency in a space that does not give them a voice.