ANALISIS SEMANTIK LEKSIKAL PADA KASUS PENCEMARAN NAMA BAIK MENTERI LUHUT BINSAR PANDJAITAN OLEH FATIA MAULIDIYANTI

Penulis

  • Agnes Abigael Simanjuntak Universitas Negeri Medan
  • Florentina Sagala Universitas Negeri Medan
  • Ruth Silvia Lisda J Sitorus Universitas Negeri Medan
  • Johana Jojor Eklesia Sibuea Universitas Negeri Medan
  • Dimas M.M.T. Sihombing Universitas Negeri Medan
  • Wisman Hadi Universitas Negeri Medan

Kata Kunci:

Linguistik Forensik, Semantik Leksikal, Pencemaran Nama Baik

Abstrak

Seiring dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi (TIK) kasus-kasus defamasi seperti pencemaran nama baik, fitnah, dan penistaan atau penghinaan menjadi perhatian masyarakat Indonesia. Pencemaran nama baik adalah ketika seseorang dengan sengaja menyebarkan informasi yang tidak benar, merendahkan, atau mencemarkan reputasi seseorang atau organisasi. Kasus-kasus pencemaran nama baik yang terjadi di media sosial sering kali melibatkan pernyataan yang ambigu dan dapat ditafsirkan secara berbeda oleh berbagai pihak.   Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik observasi dan dokumentasi. Data yang dikumpulkan pada penelitian ini berupa video dari Youtube Haris Azhar yang berjudul “Ada Lord Luhut Dibalik Relasi Ekomomi-OPS Militer Intan Jaya!! Jendral BIN Juga Ada!! NgeHAMtam”(https://youtu.be/1xMlnuOtBAs?si=4Ra2_4yCbM3BVXN7). Dari video tersebut dapat dikaji karakteristik bunyi bahasa pada tuturan Fatia yang mengakibatkan adanya pencemaran nama baik Bapak Luhut Binsar Pandjaitan. Melalui pendekatan semantik leksikal, artikel ini mengkaji makna dari pernyataan Fatia, dengan mempertimbangkan pilihan kata, frasa, dan konteks ujaran. Dari hasil analisis yang dilakukan pada kasus “Lord Luhut” ditemukan : 1) ujaran yang dilakukan oleh Haris dan Fatia pada podcastnya memiliki konotasi kurang baik jika dikaji keseluruh kalimat yang diucapkan oleh Fatia, ujaran “Lord Luhut dibilang bisa bermain, pada tambang di Papua.” 2) ujaran “Lord Luhut” bisa termasuk dalam beberapa pelanggaran Undang-undang yang ada di Indonesia, Pasal 27 ayat 3 juncto pasal 45 ayat 3 undang-undang Nomor 19 tahun 2016 tentang UU ITE, Pasal 14 ayat 2 Nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana, dan Pasal 310 ayat 1 KUHP.

Along with the development of information and communication technology (ICT), cases of defamation such as defamation, slander, and blasphemy or insult have become the concern of the Indonesian people. Defamation is when someone intentionally spreads information that is untrue, degrades, or defames the reputation of a person or organization. Defamation cases that occur on social media often involve ambiguous statements and can be interpreted differently by various parties.   The data collection technique in this study uses observation and documentation techniques. The data collected in this study is in the form of a video from Haris Azhar's Youtube entitled "There is Lord Luhut Behind the Intan Jaya Military Economy-OPS Relationship!! General BIN is also there!! NgeHAMtam" (https://youtu.be/1xMlnuOtBAs?si=4Ra2_4yCbM3BVXN7). From the video, it can be studied the characteristics of the language sound in Fatia's speech which resulted in the defamation of Mr. Luhut Binsar Pandjaitan. Through a lexical semantic approach, this article examines the meaning of Fatia's statement, taking into account the choice of words, phrases, and context of speech. From the results of the analysis carried out on the case of "Lord Luhut" it was found: 1) the remarks made by Haris and Fatia on their podcast have a bad connotation if examined all the sentences spoken by Fatia, the words "Lord Luhut is said to be able to play, in the mines in Papua." 2) the speech of "Lord Luhut" can be included in several violations of existing laws in Indonesia, Article 27 paragraph 3 juncto article 45 paragraph 3 of law Number 19 of 2016 concerning the ITE Law, Article 14 paragraph 2 Number 1 of 1946 concerning criminal law regulations, and Article 310 paragraph 1 of the Criminal Code.

Unduhan

Diterbitkan

2024-12-30